Kamis, 01 Mei 2008

kisah-kisah


Suatu hari, Qarun memanggil seorang WTS dan memberinya segepuk uang sebagai sogokan agar ia mau mengatakan di hadapan khalayak Bani Israil bahwa Musa telah menzinahinya.

Kemudian Qarun merangcang untuk menggelar suatu pertemuan dan meminta agar Musa menyampaikan wejangan di sana kepada masyarakat Bani Israil. Tanpa rasa curiga sedikit pun, Musa memenuhi permintaan itu sementara orang-orang pun datang dari segala penjuru sehingga terkumpullah sekian banyak orang. Musa lalu menceramahi mereka. Di tengah ia berceramah tersebut, tiba-tiba Qarun berdiri seraya berkata, “Wahai Musa, menurutmu, apa yang akan engkau lakukan terhadap orang yang mencuri.?” Musa menjawab, “Kita akan potong tangannya.” Qarun menambahkan lagi, “Kalau orang yang berzina.?” Musa menjawab, “Kalau ia seorang yang sudah menikah, hukumannya dirajam (dilempar batu hingga mati) dan bila ia belum menikah, maka hukumannya dicambuk.” Qarun menimpali untuk menyudutkan Musa, “Sekali pun pelakunya itu engkau sendiri.?” Musa menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari melakukan hal itu. Hukum Hadd tetap berlaku terhadap semua orang, sekali pun aku sendiri.” Maka ketika itu, berkatalah Qarun kepada wanita yang telah disogoknya tersebut, “Berdirilah.!” Namun anehnya, wanita tersebut tidak mampu berdiri sama sekali. Ia gemetaran dan sekujur tubuhnya menggigil. Seluruh energinya melorot sama sekali, kulitnya mengerut, hatinya malu dan dirinya diliputi rasa hampa dan lemah.

Dalam suasana seperti itu, berterusteranglah wanita tersebut, “Wahai Musa, sesungguhnya Qarun telah menyuapku dengan uang yang sangat banyak agar aku menuduhmu berbuat zina dengan diriku.” Maka meluaplah emosi Musa seraya berkata, “Aku memintamu atas nama Dzat Yang telah menurunkan kitab Taurat, apakah apa yang dikatakan Qarun benar.?” Wanita itu menjawab, “Aku bersaksi bahwa engkau terbebas dari tuduhan itu (tidak berdosa) dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah.”

Begitu mendengar itu, Musa langsung melompat untuk bersujud ke hadapan Rabbnya seraya mendoakan kebinasaan atas orang yang telah menzhaliminya.

Maka Allah pun mewahyukan kepadanya agar ia mengangkat kepala sebab bumi telah tunduk kepadanya. Lalu Musa berkata kepada bumi, “Telanlah mereka.!” Maka bumi menelan mereka sebatas kaki-kaki mereka, kemudian menelannya lagi hingga sebatas lutut-lutut mereka. Demikianlah hingga benar-benar bumi menelan seluruh jasad mereka, tidak seorang pun yang tersisa.

Dalam hal ini, Qatadah as-Sadusy berkata, “Allah menghempaskan mereka setiap harinya seukuran badan mereka hingga hari kiamat.”

Dan diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas bahwasanya mereka telah dihempaskan ke dalam tujuh lapis bumi.

Juga terdapat hadits yang menyebutkan bahwa ketika Allah menghempaskan Qarun dan orang-orang yang bersamanya, mereka mulai meminta Musa atau memanggil-manggilnya, “Kami bertobat, kami bertobat, tidak akan mengulangi lagi.” Ketika mereka dalam kondisi seperti itu, Musa hanya memandangi mereka, lalu Allah mewahyukan kepada Musa, “Para hamba-Ku berkata kepadamu, ‘Wahai Musa, jangan kasihi mereka.” Akan tetapi, bila ia meminta kepada-Ku, pasti mereka mendapati-Ku dekat dengan mereka dan Maha Mengabulkan. Wallahu a’lam dengan kebenaran berita ini. (Taariikh al-Umam Wa al-Muluuk, karya Imam ath-Thabary; al-Bidaayah Wa an-Nihaayah, karya Ibn Katsir)

Qarun telah pergi (mati) dengan menuai balasan atas kezhaliman dan sifat irinya. Allah menghempaskannya ke bumi dan menjadikannya sebagai pelajaran bagi semua manusia sepanjang masa. Sementara Musa pergi dengan membawa kemuliaan di dunia dan akhirat serta hidup dengan bahagia dan meninggal dunia secara terpuji.

Apakah para tukang ‘tuduh’ kehormatan orang-orang yang suci mau berkaca pada akibat yang dialami karena berbuat zhalim? Akankah mereka menarik lisan mereka, mengatur gerak-gerik anggota badannya, merasa selalu diawai Allah dan mengetahui bahwa mereka pasti akan dicoba akibat perbuatan mereka mencemarkan kehormatan orang?

Pepatah arab mengatakan, “Sebagaimana engkau menghina, maka demikian pulalah kamu akan dihina.” Kehidupan adalah pinjaman dan hutang.

Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan zhalim dan orang-orang yang berbuat zhalim, dari perbuatan fasiq dan orang-orang yang berbuat fasiq serta dari para penyeru kepada kejelekan dan orang-orang yang berpura-pura agamis.

Sumber: alsofwah.or.id

Dikisahkan bahwa suatu hari, Ibrahim bin Adham Radhiyallahu ‘anhu melintas di pasar Bashrah, lalu orang-orang berkumpul mengerumuninya seraya berkata, “Wahai Abu Ishaq, apa sebab kami selalu berdoa namun tidak pernah dikabulkan.?”

Ia menjawab, “Karena hati kalian telah mati oleh 10 hal:
Pertama, kalian mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-Nya.
Ke-dua, kalian mengaku cinta Rasulullah SAW tetapi meninggalkan sunnahnya.
Ke-tiga, kalian membaca al-Qur’an tetapi tidak mengamalkannya.
Ke-empat, kalian memakan nikmat-nikmat Allah SWT tetapi tidak pernah pandai mensyukurinya.
Ke-lima, kalian mengatakan bahwa syaithan itu adalah musuh kalian tetapi tidak pernah berani menentangnya.
Ke-enam, kalian katakan bahwa surga itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak pernah beramal untuk menggapainya.
Ke-tujuh, kalian katakan bahwa neraka itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak mau lari darinya.
Ke-delapan, kalian katakan bahwa kematian itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak pernah menyiapkan diri untuknya.
Ke-sembilan, kalian bangun dari tidur lantas sibuk memperbincangkan aib orang lain tetapi lupa dengan aib sendiri.
Ke-sepuluh, kalian kubur orang-orang yang meninggal dunia di kalangan kalian tetapi tidak pernah mengambil pelajaran dari mereka.”

Barangkali di antara kita menganggap remeh makhluk Alloh yang mungil ini yaitu semut. Tidak jarang kita jengkel ketika para semut mulai menggerogoti makanan atau mencicipi minuman segar yang kita simpan atau siap untuk dihidangkan dengan rapi. Dengan aktifitas semut ini, sebagian kita menganggap mereka makhluk yang selalu menyusahkan dan berbagai ekspresi lainnya.

Namun pernahkah kita menyadari bahwa semut terkadang lebih baik daripada segolongan manusia. Mungkin antum bertanya-tanya dan sebagian ada yang menentang perkataan ini bahkan ada yang menyatakan: “Manusia adalah makhluk Alloh Subhanallohu wa Ta’ala yang paling baik di dunia ini di antara berbagai makhluk Alloh lainnya apalagi jika dibandingkan dengan sekelompok semut”. Nah untuk menjawab segudang pertanyaan dan kegundahan hati kita marilah kita perhatikan kisah-kisah berikut.

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu , Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam“Ada salah seorang Nabi yang singgah di bawah pohon, lalu ia digigit oleh seekor semut. Lalu ia membinasakannya dan mencari tempat persembunyian semut tersebut. Setelah itu ia menyuruh untuk membakar tempat tinggal semut tersebut. Kemudian Alloh menanyakan kepadanya “Apakah hanya karena gigitan seekor semut engkau membakar satu umat yang senantiasa bertasbih, mengapa tidak satu semut saja yang engkau bunuh?”” (Shahih, HR. Bukhori dan yang lainnya)

Dalam kisah yang lain: Ahmad menceritakan, bahwa Waki’ memberitahukan kami, Mus’ir memberitahu kami, dari Zaid Al-Ami, dari Abu Shadiq Al-Naji. Dia bercerita, yang artinya: “Sulaiman bin Dawud pernah hendak pergi mencari air (maksudnya: Sholat istisqa’, meminta hujan kepada Alloh Subhanallohu wa Ta’ala), lalu ia melihat seekor semut dengan bersandar ke punggungnya dan mengangkat kedua kaki depannya ke langit mengucapkan: “Sesungguhnya kami adalah salah satu makhluk dari makhluk-makhluk Mu, kami sangat butuh siraman dan rezeki Mu. Baik Engkau akan mengucurkan air dan rezeki kepada kami atau membinasakan kami. Kemudian Sulaiman bertutur (kepada kaumnya): “Kembalilah pulang, kalian akan diberi air (hujan) melalui doa dari makhluk selain kalian.” (HR. Imam Ahmad)

Dari kisah tadi, Subhanalloh, Alloh telah memberi petunjuk kepada semut untuk senantiasa bertasbih kepada Alloh Subhanallohu wa Ta’ala. Ketika semut membutuhkan bantuan dan pertolongan, ia meminta kepada Alloh semata, lalu bagaimana dengan kita yang merupakan makhluk yang paling baik yang telah diciptakan Alloh Subhanallohu wa Ta’ala. Kita senantiasa melupakan Alloh Subhanallohu wa Ta’ala karena terlena dengan kenikmatan-kenikmatan dunia, jarang bersyukur atas karunia Nya, serta jarang berdo’a keapada Nya. Sebagian besar diantara kita masih saja menyekutukan Alloh Subhanallohu wa Ta’ala dengan meminta bantuan kepada Jin, Tukang Sihir, Para Normal, Kiyai, Orang-Orang yang Telah Meninggal, Tempat-Tempat atau Benda yang dianggap Keramat. Bahkan ketika tertimpa musibah bencana alam seperti Gempa Bumi dan Gunung Meletus, sebagian kita tetap saja melakukan ritual-ritual yang tidak ada dalam ajaran Islam serta menyekutukan Alloh Subhanallohu wa Ta’ala. Hendaknya kita sebagai manusia merasa malu kepada semut yang selama ini kita anggap sepele, apalagi kepada Alloh Subhanallohu wa Ta’ala.

Wallahu A’lam…….


0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More